Dikisahkan, suatu hari istri Rasulullah Saw, Aisyah RA, mengadakan tasyakuran dengan menyembelih kambing yang dibuat gulai. Sebagaimana selalu diajarkan Baginda Nabi, jika memasak, hendaknya diperbanyak kuahnya, agar para tetangga bisa pula merasakannya.
Maka, setelah matang, oleh Aisyah, gulai kambing yang telah matang itu dibagi-bagikan kepada para tetangga dekatnya.
Setelah selesai, Baginda Nabi bertanya kepada Aisyah, “Duhai istriku, apakah si Fulan sudah dikirimi makanan?”
“Belum. Bukankah dia seorang Yahudi, dan saya tidak akan memberinya masakan,” jawab Aisyah tegas.
Mendengar jawaban Aisyah itu, dengan tersenyum Bagina Nabi menjawab, “Walaupun seorang Yahudi, dia tetangga kita. Maka, kirimilah!”
Kisah di atas menunjukkan, bahwa Nabi Muhammad Saw, sebagai kepala keluarga memberikan teladan yang tiada henti tentang hidup bertetangga.
Dalam bertetangga, Baginda Nabi tidak pernah memilah dan memilih berdasarkan suku, ras, agama, golongan dan seterusnya.
Begitu istimewanya para tetangga, sampai-sampai para sahabat Nabi Muhammad Saw mengkhawatirkan, jangan-jangan para tetangga itu akan mendapatkan waris dari tetangganya yang meninggal.
Tetangga adalah orang yang pertama kita tuju tatkala kita membutuhkannya. Bertetangga adalah menjalin hubungan sosial kemasyarakatan, dan itu ada prinsip-prinsip universalnya. Antara lain, tolong-menolong tanpa pamrih dan tidak saling mengganggu.
0 komentar:
Posting Komentar